باب ما جاء لا تقبل
صلاة بغير طهور
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ، ح وحَدَّثَنَا
هَنَّادٌ قَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ سِمَاكٍ، عَنْ
مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا
صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ»، قَالَ هَنَّادٌ فِي حَدِيثِهِ: «إِلَّا بِطُهُورٍ». هَذَا
الْحَدِيثُ أَصَحُّ شَيْءٍ فِي هَذَا الْبَابِ وَأَحْسَنُ. وَفِي الْبَابِ عَنْ
أَبِي الْمَلِيحِ، عَنْ أَبِيهِ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ، وَأَنَسٍ. وَأَبُو
الْمَلِيحِ بْنُ أُسَامَةَ اسْمُهُ عَامِرٌ، وَيُقَالُ: زَيْدُ بْنُ أُسَامَةَ
بْنِ عُمَيْرٍ الْهُذَلِيُّ
Bab Tidak Diterimanya Sholat Tanpa Bersuci
Qutaibah bin Said menceritakan kepada kami, Abu Awanah
memberitahukan kepada kami dari Simak bin Harb, (ha) Hannad menceritakan kepada
kami, Waki' menceritakan kepada kami dari Israil, dari Simak, dari Mush'ab bin
Sa'id, dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tidak diterima
shalat tanpa suci dan tidak diterima sedekah dari harta khianat (curian dari
harta rampasan perang)" (Hannad berkata di dalam haditsnya, "Kecuali
dengan suci"). Shahih: Ibnu Majah (272) dan Shahih Muslim
Abu Isa berkata, "Hadits ini adalah hadits yang paling shahih dalam
bab ini, dan yang paling hasan." Dalam bab ini terdapat hadits dari Abul
Malih, dari ayahnya dan Abu Hurairah serta Anas, Abu Malih bin Usamah namanya
adalah Amir, ia disebut (dipanggil) Zaid bin Usamah bin Umair Al Hudzali.
Faedah dari hadits:
1- Huruf ح atau ha (ح وحَدَّثَنَا) : dinamakan Tahwil (pindah)
maksudnya berpindah ke sanad yang lain dari matan hadits yang sama.
2- Diterimanya suatu amalan ada dua macam:
a. Keadaan dimana amalan tersebut terkumpul di dalamnya rukun-rukun
dan syarat-syaratnya.
b. Keadaan dimana amalan tersebut mendapatkan ridho Allah `azza wa
jalla.
3- Dan yang dimaksud dalam hadits ini adalah makna pertama, dengan
dalil bahwa ijma` tidak sahnya shalat yang tidak didahului bersuci / dalam
keadaan tidak suci.
4- Ghulul secara bahasa : sariqotul ibil ( pencurian onta), secara
istilah adalah pencurian harta rampasan perang, kemudian makanya diperluas dan dimuthlaqkan
menjadi setiap harta yang jelek (sumbernya).
5-
وَفِي
الْبَابِ عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ yang dimaksud Abul
Malih disini adalah Abu Abil Malih bukan Abul Malih, karena yang meriwayatkan
hadits adalah bapaknya ( Abu Abil Malih).
( Faedah diringkas dari kitab: العرف
الشذي شرح سنن الترمذي, yang ditulis oleh: Muhammad Anwar
Syah bin Mu`adzom Syah al Hindi, di tahqiq oleh Syekh Mahmud Syakir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar